VIVAnews – Israel mulai mendeportasi para relawan misi kemanusian ke Gaza ke Yunani dan Turki, Selasa 1 Juni 2010.
Mereka adalah saksi mata pertama yang mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di atas kapal Mavi Marmara yang diserbu tentara Israel.
Menggendong bayinya yang baru berumur setahun, aktivis Turki, Nilufer Cetin yang tiba di Bandara Ataturk, Istanbul tak akan melupakan kejadian itu.
“Situasinya buruk saat bentrokan terjadi. Mavi Marmara penuh dengan darah,” kata Cetin, yang suaminya adalah istri kepala insinyur Mavi Marmara, seperti dimuat laman Guardian, Selasa 1 Juni 2010 malam.
Saat penyerbuan, Cetin dan bayi kecilnya ada di kamar mandi. Pengakuan Cetin membantah dalih Israel bahwa mereka menembakkan senjata karena diserang para relawan.
“Militer Israel memulai penyerbuan dengan melepaskan tembakan. Pertama, mungkin tembakan peringatan, namun ketika Mavi Marmara tak mau berhenti, tembakan peringatan itu lantas disusul serangan,” kata dia.
“Bom asap lalu dilepaskan, menyusul kemudian bom gas air mata. Saat kapal dipenuhi asap, militer Israel turun dari helikopter,” kata Cetin.
Cetin cukup beruntung, dia adalah aktivis Turki yang pertama dibebaskan. Sementara 300 lainnya masih berada di tahanan Israel. Dia setuju dideportasi karena kondisi dalam sel tahanan terlalu buruk bagi bayi kecilnya.
“Aku satu di antara penumpang kapal yang pertama dikirim pulang, hanya karena aku punya bayi.”
“Saat sampai di pelabuhan Israel di Ashdod, kami ditemui petugas dalam negeri, petugas kementerian luar negeri dan polisi Israel. Tidak ada tentara yang menemui.”
Kata Cetin, mereka disodori sejumlah pertanyaan. Israel juga merampas kamera, laptop, telepon genggam, dan barang-barang pribadi milik para relawan, termasuk pakaian.
Sementara, Kutlu Tiryaki, kapten kapal lain dalan konvoi, Fredom Flotilla mengaku para relawan berkali-kali harus meyakinkan petugas Israel bahwa mereka tak bersenjata dan hanya membawa bantuan kemanusiaan.
“Penyerangan Mavi Marmara berlangsung tiba-tiba. Mereka menyerang dengan 12 sampai 13 kapal, dengan komando berada di helikopter,” kata dia.
“Kami mendengar bunyi tembakan dari radio komunikasi yang kami gunakan untuk berkomunikasi dengan Mavi Marmara, karena komunikasi kami diputus saat penyerangan.”
Menurut Tiryaki, setidaknya ada tiga atau empat helikopter yang digunakan militer Israel untuk menyerang.
“Awak kapal Mavi Marmara memberi tahu kami, kru dan penumpang kapal ditembak, sementara jendela dan pintu dijebol tentara Israel,” kata dia.
Michalis Grigoropoulos, nahkoda kapal Free Mediterranean mengatakan serangan Israel berada di wilayah perairan internasional.
“Militer Israel berperilaku seperti bajak laut. Jelas bertindak di luar batas ketika mereka menduduki kapal kami. Mereka mengarahkan popor senjata ke kepala kami.”
“Turun dari helikopter sambil menembakkan gas air mata dan peluru. Saat itu tak ada yang bisa kami lakukan, mereka yang mencoba mempertahankan diri dengan menghadang tentara Israel dikejutkan dengan sengatan listrik,” kata dia. (hs)