Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Lingkungan’ Category

Perubahan Iklim

Greenpeace demonstrates against the ADB-funded Mae Moh power plant.Aksi Greenpece di atas PLTU Mae Moh Thailand.

Besarkan Gambar 

Perubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang! Kita telah mengetahui sebabnya – yaitu manusia yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi.

Kita sudah mengetahui  sebagian dari akibat pemanasan global ini – yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar – Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.

 Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal didalamnya.

Sebagai sebuah organisasi global berskala internasional, Greenpeace memusatkan perhatian kepada mempengaruhi kedua pihak yaitu masyarakat dan para pemegang keputusan atas bahaya dibalik penambangan dan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil. Sebagai organisasi regional, Greenpeace Asia Tenggara memusatkan perhatian sebagai saksi langsung atas akibat dari perubahan iklim global, dan meningkatkan kesadaran publik tentang masalah yang sedang berlangsung. Greenpeace SEA juga berusaha mengupayakan perubahan kebijakan penggunaan energi di Asia Tenggara di masa depan – yaitu beranjak dari ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil kearah sumber-sumber energi yang terbarukan, bersih dan berkelanjutan.

Taktik Kampanye Iklim dan Energi adalah mengkonfrontasi tantangan yang dimiliki industri berbahan bakar yang berasal dari fosil – terutama, pembangkit listrik pembakar-batubara dan penghasil energi berbasis-nuklir – sementara, di waktu yang sama menyuarakan dan mendorong solusi atas ketergantungan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil. Sebagai contoh, GreenpeaceSEA mempromosikan kebijakan dan proyek yang dapat menghasilkan energi murah berasal dari angin dan energi matahari, dan advokasi terhadap efisiensi energi alternatif. 

Asia Clean Energy Now

 

Read Full Post »

Apa yang Menyebabkan Zaman Es Berakhir?
Billy Audra B
(physorg.com)

INILAH.COM, Jakarta –Bumi secara teratur masuk ke sebuah zaman es setiap 100.000 tahun. Berakhirnya zaman es itu mengantar iklim hangat dan melahirkan peradaban manusia.

Kebanyakan ilmuwan mengatakan pemicu berakhirnya zaman es adalah pergeseran orbital yang menyebabkan lebih banyak sinar matahari yang jatuh di bagian utara bumi. Tapi bagaimana bagian selatan menyusul begitu cepat?

Tim peneliti melihat perubahan angin global sebagai jawabannya. Mereka mengusulkan suatu rantai peristiwa yang dimulai dengan mencairnya lapisan es besar di belahan bumi utara sekitar 20.000 tahun yang lalu.

Lapisan es yang mencair itu mengatur ulang sabuk angin bumi, mendorong udara hangat dan air laut selatan dan menarik karbon dioksida dari laut ke atmosfer, dan memungkinkan planet lebih panas.

Hipotesis mereka memanfaatkan data iklim yang diawetkan dalam formasi gua, inti es kutub dan sedimen laut untuk menggambarkan bagaimana akhirnya bumi mencair.

“Makalah ini menarik beberapa studi terbaru dan menjelaskan bagaimana pemanasan di utara memicu perpindahan ke selatan dan berakhir zaman es. Akhirnya, kami memiliki gambaran yang jelas tentang telekoneksi global di sistem iklim bumi yang aktif dalam skala waktu yang panjang,” kata penulis bersama studi Bob Anderson, pakar geokimia di Columbia University Lamont-Doherty Earth Observatory (CULDEO).

“Ini hubungan sama yang membawa bumi dari zaman es terakhir yang aktif hari ini, dan mereka pasti akan memainkan peran dalam perubahan iklim di masa mendatang juga,” tambah Anderson.

Bumi secara teratur masuk ke sebuah zaman es setiap 100.000 tahun atau lebih, akibat orientasi ke arah pergeseran matahari dalam apa yang disebut siklus Milankovitch, kata rilis universitas.

Pada puncak zaman es terakhir, sekitar 20.000 tahun yang lalu, sebagian besar Eropa dan Asia terkubur di bawah lembaran tebal es, dan orbit bumi bergeser.

Sinar matahari musim panas mulai jatuh di belahan bumi utara, mencairkan lapisan es yang besar dan mengirim gunung es dan air segar ke Samudera Atlantik Utara

Read Full Post »

World’s Largest Geothermal Energy Potential

Visit any of Indonesia’s islands, and chances are a day trip to one of this massive archipelago’s volcanoes will be on your itinerary.  Many of them are still active, beguiling you with their surreal landscapes, with guides enticing you to smear the steamy, grey volcanic mud on your face for a quick facial.  Eventually the smell of the sulfur will lead you to hike back down the mountain or to run back to your tourist bus.  But there is more than the “wow” factor:  the Indonesian government recently announced plans to develop 4000 megawatts of geothermal energy from its volcanoes by 2014.

While the chattering classes debate China’s and India’s future impact on the earth’s energy supply, Indonesia is a sleeping giant that is slowly emerging on the world’s economic scene.  After years of sluggish growth and corruption under Suharto’s regime, Indonesia is reducing its debt, attracting more foreign direct investment, and has implemented financial reforms.  Poverty is declining, but still snares about 18% of its population of about 230 million people, 35% of whom do not have electricity—yet.

And therein lies the conundrum.  Indonesia meets much of its energy needs from coal, the consumption of which will only increase in the years ahead.  But most experts believe Indonesia has the world’s largest geothermal energy potential, but only a tiny fraction has been harvested:  about 1100 megawatts annually.  Estimates vary on how many homes the entire project would fuel:  the simple math suggests 4 million homes; my conservative estimate suggests that 800,000 houses could benefit.

The project has its challengesFirst of all is the cost:  US$12 billion, a huge sum for a country with a GDP of US$514 billion.  And on average, a geothermal power plant is double the cost of one fueled by coal.  Then you have to throw logistics into the mix:  this project as it is conceived now is scattered across this nation of 17,000 islands.  Finally, the islands are populated by ethnic groups whose leaders have little love for the Javanese, Indonesia’s largest ethnic group and who dominate Jakarta, Indonesia’s capital.

Indonesia still has the potential to power more homes while weaning itself away from coal in the long run.  The geothermal plant at Kamojang has provided a steady stream of electricity since 1982.  Bali is also hosting the world’s largest geothermal conference this week.  So far the World Bank and Asian Development Bank have invested about US$400 million.  There’s a long road ahead, but the potential payoff may well be worth it, as more people climb out of poverty and governments seek to foster increased economic development for their people.

By Leon Kayetriplepundit

Read Full Post »

HUJAN

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga.

Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.

Pengukur hujan (ombrometer) standar

Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.

Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk “lonjong”, lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin leper, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.

Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pelbagai peralatan seperti payung dan baju hujan. Banyak orang juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan.

Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam.

Banyak orang menganggap bahwa bau yang tercium pada saat hujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber dari bau ini adalah petrichor, minyak atsiri yang diproduksi oleh tumbuhan, kemudian diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian dilepas ke udara pada saat hujan.

Jenis-jenis hujan

Untuk kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut terjadinya, ukuran butirannya, atau curah hujannya.

Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya
  • Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.
  • Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
  • Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
  • Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
  • Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau.
Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya
  • Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
  • Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0° Celsius
  • Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0° Celsius
  • Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0° Celsius dengan diameter ±7 mm.
Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi BMKG)
  • hujan sedang, 20 – 50 mm per hari
  • hujan lebat, 50-100 mm per hari
  • hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari

Hujan buatan

Sering kali kebutuhan air tidak dapat dipenuhi dari hujan alami. Maka orang menciptakan suatu teknik untuk menambah curah hujan dengan memberikan perlakuan pada awan. Perlakuan ini dinamakan hujan buatan (rain-making), atau sering pula dinamakan penyemaian awan (cloud-seeding).

Hujan buatan adalah usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang turun secara alami dengan mengubah proses fisika yang terjadi di dalam awan. Proses fisika yang dapat diubah meliputi proses tumbukan dan penggabungan (collision dan coalescense), proses pembentukan es (ice nucleation). Jadi jelas bahwa hujan buatan sebenarnya tidak menciptakan sesuatu dari yang tidak ada. Untuk menerapkan usaha hujan buatan diperlukan tersedianya awan yang mempunyai kandungan air yang cukup, sehingga dapat terjadi hujan yang sampai ke tanah.

Bahan yang dipakai dalam hujan buatan dinamakan bahan semai.




Read Full Post »

Planet Earth

Earth: 

 

Color image  showing the full disk of Earth. Color image showing the full disk of Earth. 

Earth, our home planet, is the only planet in our solar system known to harbor life: life that is incredibly diverse. All the things we need to survive exist under a thin layer of atmosphere that separates us from the cold, airless void of space. 

Earth is made up of complex, interactive systems that create a constantly changing world that we are striving to understand. From the vantage point of space we are able to observe our planet globally, using sensitive instruments to understand the delicate balance among its oceans, air, land and life. Satellite observations help study and predict weather, drought, pollution, climate change and many other phenomena that affect the environment, economy and society. 

Illustration showing Earth's tiny size compared to the Sun. This illustration shows the approximate size of Earth compared to the Sun. 

Earth is the third planet from the Sun and the fifth largest in our solar system. Earth’s diameter is just a few hundred kilometers larger than that of Venus

The four seasons are a result of Earth’s axis of rotation being tilted 23.45 degrees with respect to the plane of Earth’s orbit around the Sun. During part of the year, the northern hemisphere is tilted toward the Sun and the southern hemisphere is tilted away, producing summer in the north and winter in the south. Six months later, the situation is reversed. During March and September, when spring and fall begin in the northern hemisphere, both hemispheres receive roughly equal amounts of solar illumination. 

Earth’s global ocean, which covers nearly 70 percent of the planet’s surface, has an average depth of about 4 kilometers (2.5 miles). Fresh water exists in the liquid phase only within a narrow temperature span: 0 to 100°C (32 to 212°F). This span is especially narrow when contrasted with the full range of temperatures found within the solar system. The presence and distribution of water vapor in the atmosphere is responsible for much of Earth’s weather. 

Near the surface, an atmosphere that consists of 78 percent nitrogen, 21 percent oxygen, and 1 percent other ingredients envelops us. The atmosphere affects Earth’s long-term climate and short-term local weather, shields us from much of the harmful radiation coming from the Sun and protects us from meteors as well: most of which burn up before they can strike the surface as meteorites. Earth-orbiting satellites have revealed that the upper atmosphere actually swells by day and contracts by night due to solar heating during the day and cooling at night. 

Color image showing aurorae over Earth and the tail of the Space  Shuttle. Red and green colors predominate in this view of the Aurora Australis photographed from the Space Shuttle in May 1991. 

 

Our planet’s rapid rotation and molten nickel-iron core give rise to a magnetic field, which the solar wind distorts into a teardrop shape in space. (The solar wind is a stream of charged particles continuously ejected from the Sun.) Earth’s magnetic field does not fade off into space, but has definite boundaries. When charged particles from the solar wind become trapped in Earth’s magnetic field, they collide with air molecules above our planet’s magnetic poles. These air molecules then begin to glow, and are known as the aurorae – the northern and southern lights. 

Earth’s lithosphere, which includes the crust (both continental and oceanic) and the upper mantle, is divided into huge plates that are constantly moving. For example, the North American plate moves west over the Pacific Ocean basin, roughly at a rate equal to the growth of our fingernails. Earthquakes result when plates grind past one another, ride up over one another, collide to make mountains, or split and separate. The theory of motion of the large plates of the lithosphere is known as plate tectonics. Developed within the last 40 years, this explanation has unified the results of centuries of study of our planet.


How Earth Got its Name
All of the planets, except for Earth, were named after Greek and Roman gods and goddesses. The name Earth is an English/German name which simply means the ground. It comes from the Old English words eor(th)e and ertha. In German it is erde. The name Earth is at least 1,000 years old.


Significant Dates

  • 1960: NASA launches the Television Infrared Observation Satellite (TIROS), the first weather satellite.
  • 1972: The Earth Resources Technology Satellite 1 (renamed Landsat 1) is launched, the first in a series of Earth-imaging satellites that continues today.
  • 1987: NASA’s Airborne Antarctic Ozone Experiment helps determine the cause of the Antarctic ozone hole. 
    Color  image showing cracking ice. Scientists watched this Antarctic ice shelf breakup in 2008 and 2009. 

  • 1992: TOPEX/Poseidon, a U.S.-France mission, begins measuring sea-surface height. Jason 1 continues these measurements in 2001.
  • 1997: TOPEX/Poseidon captures the evolution of El Nino (cold ocean water in the equatorial Pacific Ocean) and La Nina (warm ocean water in the equatorial Pacific Ocean).
  • 1997: The U.S.-Japan Tropical Rainfall Measuring Mission is launched to provide 3-D maps of storm structure.
  • 1999: Quick Scatterometer (QuikScat) launches in June to measure ocean surface wind velocity; in December the Active Cavity Irradiance Monitor Satellite launches to monitor the total amount of the Sun’s energy reaching Earth.
  • 1999-2006: A series of satellites is launched to provide global observations of the Earth system – simultaneously studying land, oceans, atmosphere, water cycles, gravity, clouds and aerosols.
  • 2006: The Antarctic ozone hole was the largest yet observed.
  • 2007: Arctic sea ice reaches the all-time minimum since satellite records began.
  • 2008: The third U.S.-France mission to measure sea-level height, Ocean Surface Topography Mission/Jason 2, is launched, doubling global data coverage.
  • 2009: NASA and Japan release the most accurate topographic map of Earth.

sumber: nasa

Read Full Post »

7 Bencana yang Bisa Mengancam Bumi
Ellyzar Zachra PB
 
INILAH.COM, Jakarta- Gunung berapi bukanlah satu-satunya sumber yang bisa menimbulkan bencana besar pada 2012. Masih ada potensi yang tidak dapat diprediksi dan bisa mengejutkan.

Cuaca Matahari. Setiap beberapa hari, variasi di magnet matahari akan menciptakan badai besar yang dikenal sebagai coronal mass ejection (CME). “Benda ini mengeluarkan miliaran ton partikel dengan kecepatan di atas 8 juta kilometer per jam,” kata Pal Brekke dari Norwegian Space Centre di Oslo. Dan semakin sering, cuaca matahari mengganggu jalur kita.

Pada bulan Maret 1989, CME besar menerjang bumi bagian utara dan melemparkan aliran listrik 1500 Gigawatt (25 kali jumlah jaringan listrik nasional Inggris) ke atmosfir bumi. Jaringan listrik di Kanada terbakar, dan 6 juta orang terpaksa kehilangan sumber listrik sekitar 9 jam.

“Jangka waktu pemadaman listrik yang sangat panjang mungkin masuk akal,” kata John Kapperman dari Metatech Corporation, wakil pemerintah AS yang menyelidiki dampak badai matahari yang parah.

Infrastruktur yang berada di gerbang kritis seperti air minum, ketersediaan makanan dan obat-obatan, pengolahan limbah, transportasi dan komunikasi, semua akan lumpuh selama beberapa hari.

“Ironisnya, ini paling mungkin terjadi di negara yang paling maju dengan kekuatan listrik yang memiliki paling banyak koneksi, sehingga terkena dampak paling parah,” kata Kappenman.

Dampak Asteroid. Pada 30 Juni 1908, asteroid berukuran 30 meter diperkirakan telah terhempas di sungai Tunguska, Siberia. Ledakan yang setara dengan 2 megaton TNT ini sebabkan gelombang mengagetkan dan meratakan hutan seluas 400 mil persegi serta membunuh beberapa rusa dan hewan-hewan lain. Jika ada asteroid yang hampir sama menabrak wilayah berpenduduk padat kerusakan dipastikan akan sangat besar.

Pembalikan Medan Magnet. Meskipun begitu jarang, perubahan di inti bumi berarti terjadi perubahan magnet bumi, utara menjadi selatan dan selatan menjadi utara. Perubahan terakhir pada 780 ribu tahun lalu, dan tampaknya akan ada tanda bahwa ini akan muncul secepatnya.

“Kekuatan dari medan magnet bumi telah meningkat sekitar 8% selama 150 tahun terakhir,” kata Nils Olsen dari Denmark National Space Institute. “Di beberapa wilayah telah meningkat sekitar 10% dalam kurun waktu 20 tahun.”

Gempa Bumi. Pada Maret 2010, Taiwan terguncang oleh gempa bumi berkekuatan 6,4 SR. Tidak ada laporan kematian dan hanya sedikit luka-luka, namun begitu banyak bangunan dan jembatan yang rusak serta Tainan Science Park (Pemasok utama chip memori komputer dan LCD televisi serta monitor global) terpaksa harus tutup untuk beberapa hari.

“Jika gempa bumi besar mengguncang area San Francisco California, ini bisa jadi berpotensi mengakhiri pemasokan chip dari beberapa produsen Silicon Valley untuk beberapa bulan,” kata Peter Sammonds, ahli geofisika di University College London.

Di kasus ini dampak bisa jadi menyangkut kepentingan global seperti pemasokan produk khusus seperti penggunaan peralatan rumah sakit dan bank, yang menyebabkan kelangkaan. Catatan yang tidak penting, adalah mungkin akan kehilangan sinyal smartphone sehingga tidak mampu mengakses Facebook dan Google untuk sementara.

Gunung Api .Periode aktivitas tinggi di massa lalu bisa menyebabkan munculnya monster seperti letusan Laki tahun 1783 di mana membunuh lebih dari setengah populasi ternak Irlandia dan menyebabkan kelaparan yang terjadi di seperempat populasi manusia.

Di seluruh Eropa, kabut tebal menghalangi manusia dan meningkatkan suhu udara hingga menyebabkan ribuan kematian. Selain itu juga menyebabkan kegagalan panen beras di Jepang dan melemahnya musim hujan di Afrika dan India akibat kejadian tersebut.

Peneliti memperkirakan bagian dari Canary Island merupakan kewajaran dari longsor utama. Jika ini terjadi, maka kejadian tersebut akan menyebabkan tsunami yang dapat mematahkan kabel bawah laut serta menggenangi pantai timur Amerika Serikat.

Lingkaran Metana. Pelepasam tiba-tiba dari satu gas hidro metana dari efek rumah kaca di bagian lautan bisa menyebabkan akselerasi dramatis pemanasan global yang pernah terjadi di masa lampau.

Sinar Kosmik. Kenaikan tiba-tiba di level sinar kosmik dari sistem tata surya yang bisa disebabkan dari ledakan matahari di sekitarnya, bisa memicu ‘zaman es’ yang kemungkinan menyebabkan kepunahan massal di kehidupan bumi.

sumber: inilah.com

Read Full Post »

 

Soros: Peran Indonesia Besar Atasi Global Warming
George Soros memberikan keterangan pers seusai bertemu dengan Presiden SBY di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/5). (ANTARA/Widodo S. Jusuf)

Jakarta (ANTARA News) – Penasihat khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim George Soros mengatakan, peran Indonesia untuk mendorong mengatasi pemanasan global sangat besar.

Hal tersebut disampaikan Soros dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta Senin, usai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Saya ditugaskan oleh Sekretaris Jenderal PBB untuk pantau langkah pencegahan global warming. Indonesia salah satu yang memimpin dan Presiden pegang peranan penting dengan menawarkan 26 persen kurangi emisi dan lebih dari itu bila ada asistensi,” katanya.

Ia menjelaskan kunjungannya ke Indonesia dan sejumlah negara menunjukkan dukungan yang besar tindaklanjut langkah pengurangan pemanasan global dan ia optimistis akan ada langkah subtansial mengenai hal tersebut.

Mengenai keinginan adanya bantuan bagi Indonesia dari dunia internasional agar bisa mengurangi emisi hingga 41 persen, Soros mengatakan itu adalah hal yang baik dan perlu diperhatikan.

“Melindungi hutan dan sekitarnya, Indonesia harus mengeluarkan sejumlah dana untuk itu. Itu akan memberikan kontribusi yang besar dengan pengurangan emisi dan memerlukan bantuan internasional. Bisa melalui pinjaman namun lebih baik melalui hibah,” katanya.

Sementara itu Staf khusus Presiden bidang luar negeri Dino Pati Djalal mengatakan pembicaraan keduanya mengenai proses setelah Kopenhagen.

“Dan presiden berharap di Meksiko nanti dihasilkan konsensus global baru Indonesia akan tetap aktor yang kontruktif,” katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima investor keuangan global George Soros sebagai penasihat khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim.

Soros diterima Presiden di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin, pada pukul 14.30 WIB.

Presiden didampingi, antara lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta serta Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Dalam pengantarnya, Presiden menyampaikan harapan kepada Soros agar negara-negara di dunia dapat berbuat lebih untuk meningkatkan hasil dari konferensi di Copenhagen, Denmark, pada Desember 2009, agar dapat dirumuskan pengganti Protokol Kyoto yang akan berakhir pada 2012.

Kepada Soros, Presiden juga menyampaikan agenda prioritas Indonesia untuk terus memerangi pembalakan hutan dan mengurangi laju pembabatan hutan.

Kepala Negara menyampaikan harapan agar Soros sebagai penasihat khusus PBB di bidang perubahan iklim dapat bekerjasama lebih erat dengan Indonesia.

Sejak Februari 2010, Soros ditunjuk sebagai penasehat khusus Sekjen PBB untuk perubahan iklim, guna memobilisasi pembiayaan untuk mengatasi perubahan iklim.
sumber: antaranews

Read Full Post »

(IST)

INILAH.COM, Jakarta – Sebagian ahli yakin meteor jatuh ke bumi akan langsung padam dan tidak akan menimbulkan kebakaran. Namun, fenomena unik ledakan meteor di Kuta Alam, Aceh pada 2009 terjadi sebaliknya.

Meteor di Aceh

Tiga bangunan terdiri dari dua toko dan satu rumah warga Desa Lambaro Skep, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, hangus terbakar, Kamis 15 April 2009 malam. Saksi mengatakan sumber api berasal dari benda aneh seperti bola api yang jatuh dari langit dan mengenai bangunan toko semipermanen tersebut.

Warga melihat bola api tersebut tampak berwarna merah kekuningan. Fenomena itu diyakini warga telah membuat tiga bangunan terdiri dari dua toko dan satu rumah warga Desa Lambaro Skep, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh hangus terbakar.

Tetapi, hal ini langsung saja di sangkal oleh Kepala Badan Meteorologi Klimotologi dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang, Aceh Besar, Syamsuir, beliau menyatakan kejadian pada kamis malam di kawasan Lambaro Skep banda Aceh bukan lah akibat dari meteor, “Itu tidak mungkin,” begitu katanya.

Syamsuir pun menyatakan bahwa jika meteor jatuh ke bumi akan langsung padam dan tidak akan menimbulkan kebakaran seperti yang di isukan warga Aceh, berbeda jika kasusnya itu adalah Petir yang memiliki unsur listrik di dalam nya mungkin saja akan menjadi kan kebakaran jika menyambar bangunan.

“Meteor itu jarang jatuh didaratan. Dia biasa jatuh ke lautan,” tukas syamsuir.

Selain contoh tersebut, ada beberapa daerah lain yang tertimpa kejatuhan meteor. Pada 19 Desember 2004

Warga Desa Jinjing,  Kecamatan  Tigaraksa, Tangerang dikagetkan suara ledakan keras di langit.   Suara itu terdengar juga di Jakarta dan Bekasi. Oleh para ahli, pada waktu itu ledakan yang terjadi pukul  07.30 WIB merupakan pecahan meteor yang kebetulan berpapasan dengan bumi.

Berikut ini adalah meteor yang jatuh di Indonesia dalam kurun waktu sekitar satu abad:

27 November 1908, ditemukan di Pulau Kangean, Sumenep Jawa Timur, seberat 1.63 kg

2 Juni 1915, meteorit dengan nama Meester-Cornelis ditemukan di Klenderm Jakarta seberat 24.75 kg

30 Agustus 1919, ditemukan di Rembang Jawa Tengah, seberat 10 kg

24 Mei 1933, ditemukan di Banten seberat 629 gram

27 November 1908, ditemukan di Pulau Kangean, Sumenep Jawa Timur, seberat 1.63 kg

2 Juni 1915, meteorit dengan nama Meester-Cornelis ditemukan di Klenderm Jakarta seberat 24.75 kg

30 Agustus 1919, ditemukan di Rembang Jawa Tengah, seberat 10 kg

24 Mei 1933, ditemukan di Banten seberat 629 gram

20 Juni 1935, ditemukan di Madiun, Jawa Timur, seberat 400 gram

26 September 1939, ditemukan di Selakopi, Jawa Barat, seberat 1,6 kg

1940, ditemukan di daerah kediri, Jawa Timur

14 Februari 1975, ditemukan di Tambakwatu, Jawa Timur seberat 10,5 kg

7 Mei 1979, ditemukan di Cilimus, Jawa Barat, seberat 1,6 kg

13 Maret 1984, ditemukan di Jumapalo, Jawa Timur, seberat 32,49 kg

April 2003, ditemukan jatuh di Purun, Kecamatan Siantan, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, 20 kg.

Berdasarkan data statistik menyangkut populasi asteroid yang beredar di dekat bumi, asteroid-asteroid cukup besar seperti yang jatuh di Bone biasa menghantam bumi dalam kisaran 2-12 tahun sekali.

Peneliti utama astronomi dan astrofisika di National Aeronautics dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin, puncak hujan meteor akan terjadi pada tanggal 21-22 April. Pada saat itu, sekitar 10-20 meteor diperkirakan akan muncul setiap jamnya.

sumber: inilah.com

Read Full Post »

Bendungan Jatiluhur, batas air tertinggi selama 40 tahun?

Ada yang berbeda pada musim penghujan tahun ini, 2010.., perubahan iklam yang sangat ekstrim kalau boleh dibilang, dari mulai kemarau yang panjang, hingga kekeringan, sampai mencairnya es di kutub selatan dan utara. Mungkin bumi ini sudah semakin tua, dan terus berevolusi mencari keseimbangannya, itu juga tidak terlepas dari ulah manusia, yang menggunakan alam ini, menggunakan energi (oil) berlebihan yang menyebabkan pemanasan global, penggundulan hutan, dll.

Yang menarik dari judul diatas yaitu hujan yang turun sebanrnya tidak lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi yang mengherankan adalah naiknya air di 3 bedungan (waduk) utama di sungan Citarum,jawa barat yang memasok air dan listrik ibukota, yaitu waduk saguling, waduk cirata dan waduk jatiluhur. Dan yang menarik lagi khusus untuk Waduk Jatiluhur adalah akan ketinggian air adalah angka tertinggi selama 40 tahun atau 108m diatas permukaan laut, untuk diketahui waduk jatiluhur hanya sanggup menahan air sampai ketinggian 110 m di atas permukaan laut.

Pertanyaannya adalah apa sebenarnya penyebab air permukaan waduk bisa naik dibanding tahun-tahun sebelumnya? Kalau merunut dari penyebabnya bisa dipastikan ini porsi terbesar  adalah dari ulah manusia. Penggudulan hutan penyerap air, penggunaan lahan hijau menjadi lahan pemukiman & industri adalah penyebab terbesar dari mengalirnya air yang sebelumnya tertahan di hutan, lahan serap air, ke sungai dan waduk. Air sekarang tidak lagi tertampung di gunung-gunung, hutan-hutan tetapi langsung mengalir ke sungai, sehingga air waduk menjadi meninggi. Ya..alasaini sangat masuk akal..

Apa bahayanya jika air waduk naik?..sangat berbahaya, dengan ketinggian sebesar 108m  dari permukaan laut saja kawasan karawang terendam banjir (hampir 60 ribu rumah), apalagi kalau waduknya tidak sanggup menahan air, dan jebol..bisa dibayangkan..persis seperti di film-film.

Bagaimana mengatasinya? Butuh kerjasama dari semua pihak terutama bagi otoritas pemerintahan untuk menata kembali wilayah hulu, penghijauan, penggunaan lahan, perijinan dll, dan itu dibutuhkan waktu yang lama untuk merehabilitasi kawasan hulu sungai seperti sedia kala. Hijau hutanku, subur tanahku, damai negeriku ..@sdj

Read Full Post »