Lalu kini, Bank Indonesia (BI) melontarkan wacana pemotongan nilai Rupiah atau redenominasi. Namun sejak awal, BI mengatakan bahwa pemotongan nilai Rupiah dalam konsep redenominasi tidak sama dengan sanering pada masa orde lama lalu.
Apa itu redenominasi, dan apa itu Sanering? Redenominasi merupakan pemotongan nominal uang tanpa mengurangi nilai tukarnya. Terjadi pemotongan angka uang menjadi lebih kecil ini namun tanpa mengubah nilainya. Sedangkan Sanering adalah memotong nilai tukar uang terhadap barang.
Dalam redenominasi, Rp10.000 dipotong menjadi Rp10, dengan harga barang yang semula Rp 10.000 juga berubah menjadi seharga Rp 10. Contohnya, misalnya pada harga cabe. Bila sebelumnya harga cabe satu kilogramnya Rp8.000, maka dengan redenominasi tiga digit nol-nya dihilangkan, maka harga cabe menjadi Rp8.
Harga cabe tetap, hanya nominalnya saja disederhanakan. Daya beli uang yang terkena redenominasi pun tetap. Dengan nilai uang Rp8, masyarakat bisa membeli beras satu kilogram.
Sedangkan dalam sanering, pemotongan uang belum tentu diikuti dengan harga barang. Misalnya harga cabe yang semula Rp8000, tidak serta merta bisa menjadi Rp8. Bisa jadi, harga barang tetap seperti harganya semula. Sementara nilai uang Rp8000 dimasyarakat, telah berubah menjadi Rp8.
Jadi, redenominasi hanya semacam penyederhanaan penulisan nominalnya saja yang tidak akan merugikan masyarakat. Sedangkan sanering bisa merugikan, karena perubahan nilai Rupiah juga diikuti oleh perubahan nilai barang.
Langkah redenominasi diwacanakan BI karena pecahan uang Rupiah saat ini dinilai sudah sangat besar, yakni hingga Rp100 ribu. Indonesia adalah negara pemilik pecahan mata uang terbesar ketiga di dunia, dengan pecahan mata Rupiah sebesar 100.000. Negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia adalah Vietnam, dengan pecahan mata uang Dong Vietnam sebesar 500.000. Zimbabwe di urutan pertama dengan pecahan sebesar 10 juta dolar Zimbabwe. Namun Zimbabwe telah lebih dulu melakukan redenominasi.
Deputi Gubernur BI, Budi Rochadi pada wartawan, Selasa (3/8) mengatakan, sebenarnya redenominasi sudah pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1966. Namun karena saat itu inflasi di Indonesia sedang tinggi, maka redenominasi yang diberlakukan pemerintah justru gagal mengamankan perekonomian.
Saat itu, uang Rp1.000 menjadi Rp1. Karena gagal, tahun itu juga BI sekaligus melakukan sanering, yakni melakukan pemotongan uang dimana yang dipotong hanya nilai uangnya saja. “Jadi kita sudah pernah redenominasi sekali dan sanering sekali. Waktu itu karena inflasi redenominasi gagal. Sekarang kita usulkan lagi wacana redenominasi karena inflasi kita sudah terkendali,” kata Budi.(
Tinggalkan komentar